Sabtu, 28 Februari 2009

Arial . Bagi yang Suka Kutak-ketik di Komputer

Font Arial termasuk jenis huruf sans-serif. Banyak digunakan, tapi ada juga yang menghindari. Pasalnya, Arial mempunyai sedikit kekurangan yang dianggap dapat mengganggu kelancaran membaca.

Gunakan Arial

Bagi yang suka kutak-ketik di computer tentu tidak asing lagi dengan huruf atau font Times New Roman dan Arial, karena kedua font tersebut merupakan font standar di Microsoft Windows xp. Times New Roman merupakan font serifnya, huruf berkait, dan Arial merupakan font sans-serif-nya, atau font tanpa kait. Contoh font serif ialah Baskerville, Century, Garamond, Geeorgia. Sedangkan contoh font sans-serif adalah Arial, Tahoma, Trebuchet MS, Verdana. Saya suka font Arial karena bentuk fisiknya sederhana, jelas dan mudah dibaca (readability). Di Fakultas Seni rupa dan Desain (FSRD) Universitas Trisakti, penulisan Skripsi, Pengantar Tugas Akhir dan naskah m.k. Seminar, diharuskan menggunakan font Arial. Sementara itu untuk teks slaid presentasi dianjurkan untuk menggunakan sans-serif, dan font sans-serif yang sering digunakan ialah Arial. Tulisan ini pun menggunakan font Arial.

Hindari Arial

Di samping anjuran menggunakan Arial, ada juga yang menghindari pemakaian Arial. Pasalnya? Mungkin Anda tidak memperhatikan bahwa font Arial mempunyai sedikit kelemahan? Sayapun demikian, sampai pada suatu ketika saya baca tentang font Arial di http://rahard.wordpress.com/georgia-vs-arial/. Di situ dikatakan bahwa pada font Arial huruf "i" besarnya sama dengan huruf "L" kecilnya, sehingga bisa menimbulkan kesulitan membaca tulisan font Arial bila huruf "i" besar berdampingan dengan huruf "L" kecil. Coba perhatikan: "Ilmu", "Ilham", "Illahi". Apa lagi pada tulisan bahasa Inggris, seperti "Illustration", "Illusion", "Illinois", dan yang ini "IIl", coba apa? Gara-gara kelemahan ini ada orang yang menghindari penggunaan Arial, dan beralih ke font sans serif yang lain.

Walaupun sampai sekarang saya tidak mendapat kesulitan dengan kelemahan Arial tadi, atau mendengar keluhan dari teman-teman pengajar atau mahasiswa serta pengguna computer lainnya, saya mencoba mencari font sans serif yang huruf "i" besarnya dapat dibedakan denga huruf "L" kecilnya. Bagi Anda pengguna Arial, yang setelah membaca tulisan ini, menyadari kelemahan Arial dan mau beralih ke font lainnya yang juga sans serif, ada beberapa font yang dapat Anda pilih. Cobalah font Lucida Console, Lucida Sans Typewriter, Verdana, Tahoma, Trebuchet MS. dan masih ada lainnya lagi. Saya sendiri suka Trebuchet MS., tampaknya cantik, fisiknya jelas dan rangkaian hurufnya enak dibaca.



Lambat Tapi Cermat

Arial adalah jenis huruf sans-serif, font tanpa kait. Menurut ilmu perhurufan (tipografi) membaca teks font sans-serif lebih lambat dibandingkan dengan membaca teks font serif. Akan tetapi kecepatan membaca tidak selalu menguntungkan. Bisa berakibat turunnya tingkat konsentrasi sehingga apa yang dibaca hanya sedikit yang terekam dalam otak. Menurut Kusrianto 1, "Membaca sans-serif mata atau perhatian pembaca dituntut untuk berjuang 10% lebih kuat untuk menangkapnya. Untuk itu, diasumsikan bahwa informasi yang mengalir ke otak akan tinggal dan mebekas lebih lama sehingga diperoleh rekaman yang lebih baik"

Sans-Serif Untuk Tulisan Ilmiah.

Sehubungan hal tersebut di atas, saya beranggapan bahwa buku ajar/ buku pelajaran, skripsi/Pengantar Tugas Akhir, laporan penelitian, tulisan ilmiah dan sebangsanya, ditulis dengan font sans-serif. Agar apa yang dibahas di dalamnya dibaca dengan cermat sehungga terekam dengan baik di dalam otak. Kusrianto menambahkan 2, "Trik penggunaan huruf semacam ini, adalah pemaksaan yang baik agar pembaca tanpa ia sadari akan membaca sedikit lebih lama tetapi akan lebih efektif menangkap informasi yang disampaikan."

Sans-Serif vs Serif

Font sans-serif umumnya memiliki bentuk fisik yang jelas bila diproyeksikan pada layar. Ebaliknya, font serif tampilannya tidak sekuat sans-serif bila diproyeksikan pada layar. Terutama bila dilihat dari jarak yang jauh. Hal ini disebabkan bentuk fisiknya yang tebal tipis. Dengan demikian, untuk slaid presentasi disarankan menggunakan font sans-serif, seperti Arial, Verdana, Tahoma, Helvetica.

Memang, naskah dengan menggunakan font serif pada halaman buku lebih enak dibaca dan Nampak indah. Menurut Sihombing 3, "Melihat dari segi fungsinya, serif bertindak sebagai pengait yang secara maya dapat menjembatani ruang antara huruf yang satu dengan yang lain. Oleh karena itu, huruf serif dapat menyebabkan kerja mata menjadi lebih ringan pada saat membaca naskah dengan jumlah kata yang banyak."

"A serifed typeface, such as Palatino, is recommended for printed text. A sans-serif typeface, such as Helvetica, is well suited to projected visuals." Kata Heinich 4.

Menurut saya

Selama tulisannya dalam bahasa Indonesia Arial tidak masalah dengan dengan huruf "i" besarnya. Toh tulisa "Ilmiah" tidak akan dibaca "Llmiah" dan "Ilustrasi" tidak akan dibaca"Llustrasi". Font sans-serif baik digunakan untuk buku ajar/pelajaran, skripsi, tulisan ilmiah, jurnal dsb. Demikian juga untuk slaid presentasi

Bagaimana menurut Anda?


 

  1. Kusrianto, Adi. Tipografi Komputer untuk Desain Grafis. Jakarta: Gramedia, 2004
  2. idem
  3. Sihombing, Danton. Tipografi dalam Desain Grafis. Jakarta: Gramedia 2001
  4. Heinich, Robert et al. Instructional Media and Technologies for Learning. NY: Merril Prentice Hall, 2002


 


 


 


 

Jumat, 20 Februari 2009

Kantong Plastik Mengancam Dunia*


Diperkirakan, 500 juta sampai satu milyar kantong plastic dikonsumsi di seluruh dunia setiap tahunnya. Jika plastic-plastik tersebut dibentangkan, dapat membungkus permukaan bumi setidaknya hingga 10 kali lipat. Wow!


 

Oleh: Diah Ayu Purnamasari

Kantong plastic atau biasa disebut kresek, tidak kita sadari, menjadi salah satu bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Setiap kita belanja, baik di pasar tradisional maupun di pasar swalayan, kita sering diberi kantong plastik untuk membawa barang-barang belanjaan. Setelah sampai di rumah, kantong plastik ini tidak diperlukan lagi, lalu dibuang menjadi sampah. Nah inilah yang menjadi masalah, sebab sampah kantong plastik sukar mengurai.

Memang, kantong plastik bekas sebagian akan terurai dalam bentuk karbonoksida, air dan kompos dalam waktu satu atau dua bulan. Namun perlu diingat bahwa kandungan kimia dalam kantong plastik juga dapat menyebabkan keracunan. Salah satu yang paling berbahaya adalah tinta kantong plastik. Sayangnya dampak negatif kantong plastik ini tidak disadari masyarakat atau bahkan tidak dihiraukan sama sekali.

Pada umumnya, warga kota Jakarta menangani sampah dengan membuangnya sembarangan, membakarnya, menimbunnya ke dalam tanah atau membuangnya ke sungai. Salah satu jenis sampah yang banyak dibuang adalah kantong plastik/kresek yang sukar mengurai. Plastik-plastik ini berserakan dan menumpuk di mana-mana, memenuhi aliran sungai dan menyumbat saluran drainase mengakibatkan banjir.

Anggota Dewan Pakar, Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), Supardiyono Sobirin, mengemukakan data statistik sampah Bandung yang mencengangkan. Sobirin mengatakan, tiap hari kota Bandung menghasilkan 6.000 m3 sampah. Sebanyak 65%-nya merupakan sampah organik, sisanya non organik dan 5% dari sampah non organik merupakan sampah kantong plastik. Berat total sampahnya setara 100 ekor gajah dan plastiknya bisa menutupi 50 lapangan sepak bola.

Pernyataan di atas diperkuat Dosen Program Studi Teknik Lingkungan ITB, M.Chairul. Menilik dari kejadian longsor di Leuwi Gajah tahun 2005, sampah yang longsor didoninasi oleh sampah plastik. Dari sisa longsor isinya juga didominasi olah sampah plastik. Bukti nyata, bahwa sampah sejak 30 tahun sudah didominasi sampah plastik, khususnya kantong plastik atau kresek.

Menurut situs Departemen Pekerjaan Umum (DPU) dalam satu tahun Indonesia menghasilkan kira-kira 40.000 ton sampah plastic. Jadi, bayangkan saja kapan berton-ton sampah kantong plastik akan terurai tanah, padahal belum terurai sudah numpuk kembali sampah baru.

Diperkirakan, bahwa 500 juta sampai satu milyar kantong plastik/kresek dikonsumsi di seluruh dunia setiap tahunnya. Ini berarti dalam satu menit dapat mencapai satu juta kantong plastik. Jika plastik-plastik ini dibentangkan dapat membungkus pemukaan bumi setidaknya hingga 10 kali lipat. Wooow!!!


 

Jalan keluarnya? Kurangi kresek, ganti dengan kantong kertas.


 

  • Cuplikan dari Skripsi Pengantar Tugas Akhir DKV (2009), FSRD Trisakti, dengan judul "Peranan DKV dalam Kampanye Mengurangi Penggunaan Kantong Plastik"
  • Judul di atas & edit oleh: Simpay
  • Gambar: Rancangan poster oleh Diah A. Purnamasari (091.04.218)

Jumat, 13 Februari 2009

Shalat, Kiblatnya "Hulu" Kereta Api

Dikutip dari: "Shalat itu Wajib Hukumnya" dengan judul "Berjamaah dalam Gerbong Kereta Api": http://memedsakri.blogspot.com/

Dalam tour Bandung-Bali guru-guru suatu SMA Bandung, pag-pagi dari Surabaya naik kereta api menuju Banyuwangi untuk selanjutnya disambung feri ke Gilimanuk, Bali. Semuanya duduk dalam satu gerbong.

Sekitar tengah hari, waktu dzuhur tiba, salah seorang guru mengumandangkan adzan. Selesai adzan masing-masing mengambil wudu, tayamum. Setelah itu terdengar iqomah dan salah seorang guru duduk di tempat terdepan menjadi imam dan semuanya melaksanakan shalat dzuhur berjamaah dengan duduk. Kiblatnya menurut "hulu" kereta api. Semua arah adalah kiblat Allah.

"Dan kepunyaan Allah Timur dan Barat. Ke mana saja kamu menghadap (waktu shalat) di situlah wajah (keridaan) Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) dan Maha Mengetahui" (Al Baqarah: 115)

Presentasi

Presentasi adalah proses penyampaian pesan, berupa paparan, baik formal maupun tidak formal, dengan menggunakan berbagai cara untuk mencapai tujuan. Istilah "presentasi" berasal dari bahasa Belanda "presentatie", bahasa Inggris "presentation". Menurut Kamus Inggris-Indonesia (John M.Ekhols & Hasan Shadily, 1977) "presentation" artinya "penyajian" (of a speech). Padanannya adalah "pemaparan". Kata kerjanya mempresentasikan (memresentasikan), memaparkan, menyajikan. Pembicaranya disebut presenter, penyaji, pemapar. Pendengarnya dikatakan sebagai hadirin, peserta, pendengar, audience.
 

Formal >< Tidak formal

Pada umumnya, bila mendengar kata "presentasi" orang teringat pada seminar, symposium, konperensi, loka karya, laporan penelitian, siding ujian sarjana, pengukuhan guru besar dsb. yang semuanya bersifat formal. Akan tetapi, presentasi ada juga yang bersifat tidak formal (informal). Kata Ronald D.Adler, dalam bukunya Communicating at Work (1996:288),

"While some business and professional presentations are formal, full-dress performances before large audiences, most are comparatively informal talks to a few people or even a single person. If you drop into your boss's office and say, "Do you have a few minutes? I have some information that may help us cut down our travel expenses." You're arranging a presentation. You're also delivering a presentation when you teach the office staff how to use the new phone system, explain the structure of your department to a new employee, or explain to management why you need a large budget."

Dengan demikian, apabila seorang karyawan memaparkan rencana kerjanya kepada atasan, pimpinan menjelaskan tugas masing-masing bagian dalam rapat, mahasiswa menjelaskan rencana skripsinya kepada pembimbing, dosen/guru mengajar di kelas, tukang obat pinggir jalan memaparkan khasiat jualannya, salesman menawarkan suatu produk ke ibu rumah tangga, bahkan seorang upline dari MLM yang menjelaskan usahanya kepada seorang calon downline-nya di terminal bis, mereka semua melakukan presentasi (pemaparan). Dalam hal ini presentasi tidak formal.

Selasa, 10 Februari 2009

Cara Berpakaian Orang Tasikmalaya Tempo Doeloe*



Gambaran cara orang Tasikmalaya berpakaian pada jaman Sukapura, sebelum dirobah oleh Bupati Sukapura ke-11, Wiraadegdaha (1855-1875), karena dianggap tidak paktis, kurang pantas dan kuno.



Orang Tasikmalaya, pada umumnya senang akan warna cerah, warna-warni dan hiasan. Demikian pula cara berpakaiannya, mulai dari kain kebayanya, kain batiknya, selendang sampai selopnyapun berwarna dan penuh hiasan. Hal ini terlihat pula pada ragam hias kerajinan tangannya, terutama kerajinan tangan payung geulis, kelom geulis, batik dan sulaman.

Bagaimana cara berpakaian orang Tasikmalaya tempo doeloe, ketika Tasikmalaya masih bernama Sukapura (1632 – 1913)? Waktu itu, Pakaian para menak wanitanya berupa baju jubah, semacam kebaya panjang sampai betis, ditambah selendang panjang yang disampirkan di atas pundak, terjurai ke belakang. Wanita yang bukan anggota kabupaten, yang disebut istri-piluaran, kalau menghadap bupati ke atasnya berpakaian seperti penari. Bagian dadanya ditutup lilitan selendang sebagai ”apok”, dengan demikian bagian atasnya terbuka. Kalau prianya, golongan menak dan pertengahan menyelipkan keris di pinggangnya, sedangkan golongan rendahan membawa golok.

Cara berpakaian seperti ini, oleh Bupati Sukapura ke-11, Wiraadegdaha (1855-1875), dianggap tidak praktis, kurang pantas dan kuno. Oleh karena itu oleh Bupati disederhanakan, disesuaikan dengan keadaan jaman. Cara berpakaian orang Tasikmalaya, sebelum diadakan perobahan, digambarkan secara rinci oleh Raden Abdullah Saleh dalam bukunya ”Sadjarah Sukapura” dalam bentuk dangding, yang dikutip Patih Raden Sastranegara dalam ”Pangeling-ngeling 300 Taun Ngadegna Kabupaten Sukapura /Tasikmalaya, 1933 (Hal.31)”.

Foto.2
”............. baheula mah jaman sepuh, para istri menak-menak, baju jubah ninggang bitis, dikekemben ngalempay panjang ka tukang.

Ari istri piluaran, lamun marek ka bupati, makena karembong dua, dipake apok sahiji, nu hiji nyalindang nyampir, dina taktak kagugusur, karembong Darmayu modang, atawa Cinde palangi, teu dibaju awakna tembong ngaliglag”.

Ari mungguh pamegetna, panganggona menak-kuring, sinjang gincu sabuk jamblang, nyoren duhung tebeh gigir, raksukan senting purikil, poleng atawa cit salur, nu pang alusna Madras, sarta tara nganggo lapis, ari lain midang atawa angkat mah.

Udeng wedal Sukapura, batik hideung Sawunggaling, mun soga Gunawijaya, atawa Gambir saketi, Modang beureum ngatumbiri, , dasar koneng hurung ngempur, carecet poleng Banggala, nganggo ambar ting garawing, digamparan lilingga tanduk bubutan.

Mungguhing di cacah-cacah, totopong balangkreng sisi, sabuk saten nyoren gobang, totopong dipasang tegil, baju kamsol make kancing, emas hurung tinggalebur, carecet jimpo kasar, digantelan catut beusi, ali loklak dudukuy beulah kalapa.”



(........ dahulu jaman orang tua kita, istri bangsawan mengenakan baju jubah sampai betis, memakai selendang panjang terjurai ke belakang.

Kalau istri rakyat biasa, bila menghadap bupati, mengenakan dua buah selendang, yang satu dipakai penutup dada, yang satu lagi disampirkan di atas pundak terseret-seret, selendang Darmayu modang atau Cinde palangi, tanpa mengenakan baju, badannya nampak terbuka.

Kalau prianya, golongan bangsawan dan pertengahan, memakai kain merah dengan ikat pinggang ”jamblang”. Keris terselip di pinggang, pakaian ”senting”, motif poleng atau kain salur (belang), yang paling baik kain Madras, tidak memakai lapis kalauu bukan berdandan atau bepergian.

”Udeng” (tutup kepala) keluaran Sukapura, batik hitam Sawunggaling, kalau soga Gunawijaya, atau motif Gambirsaketi, ”modang” merah macam pelangi, dasar kuning menyala, sapu tangan ”poleng” (loreng) Banggala, memakai ”ambar” bergantungan, memakai alas kaki kayu ”gamparan” dengan ”lilingga” (tonjolan yang dijepit ibu jari kaki dan lelunjuk jari kaki), tebuat dari bahan tanduk yang dibubut.

Kalau golongan rendahan, memakai ikat kepala ”balangkreng sisi”. Ikat pinggang kain saten dan menyandang golok. Ikat kepala dipasang model ”tegil”, baju ”kamsol” memakai kancing warna mas menyala gemerlapan. Sapu tangannya ”jimpo” (sapu tangan besar) kasar, digantungi ”catut” besi, cincin ”loklak”, topi seperti kelapa dibelah. (GS))

---------------------------------------------------------

Foto 2. Permainan dakon (Congklak ?) anak Djogdja tempo doeloe. Mengenakan baju tutup dada model apok (?). Sumber: http://www.tembi.org/ (Sartono: Europese Bibliotheek-Zaltbommel, Nederland.

Catatan:
Masih banyak istilah bahasa Sunda yang tidak dapat penulis terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia,seperti ikat pinggang”jamblang”,pakaian ”senting”, ”modang”, ”ambar” dan lain-lain. Berangkali ada di antara pembaca yang dapat menjelaskannya. Terima kasih.

*Cuplikan dari Tesis Gandjar Sakri: ”Kerajinan Tangan Tasikmalaya”, Seni Rupa ITB, Bandung, 1974.

Senin, 09 Februari 2009

Manfaat Blog Buat Aki-aki Goblog


Sobat bilang saya ini aki-aki goblog. Maksudnya aki-aki go-blog, he,he,he, suka ngeblog kaya orang muda. Tapi menurut saya, ngeblog bukan cuma mengasyikkan, tapi juga banyak manfaatnya buat manula seperti saya. Paling tidak, ya buat saya sendiri. Coba simak, ngeblog itu:

  • Menghindari kepikunan, karena otak kita dibuat aktif, berpikir, mengingat, menyusun kalimat menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan.
  • Menimbulkan gairah hidup, di samping kegiatan manula, nyapu, ngurus tanaman, baca, olahraga, ngobrol dsb. ada variasi kegiatan yang mengasyikkan, hidup tidak membosankan.
  • Menjalin silaturahmi, menambah kenalan, persaudaraan, dengan saling berkunjung , berbagi pengalaman sesama blogger.
  • Tambah ilmu. Dengan merkunjung ke blog orang lain, tentu saja kita bertambah ilmu.
  • Kalau tulisannya bermanfaat bagi orang lain dan digunakan sebagai amalan positif serta berkelanjutan sebagai ilmu yang bermanfaat, insyaallah menjadi pahala yang terus mengalir bila kita telah tiada. Sabda Rosulullah, "Jika anak Adam meninggal, maka amalannya terputus kecuali dari tiga perkara, 1) sedekah jariyah (wakaf), 2) ilmu yang bermanfaat dan 3) anak shaleh yang berdo'a kepadanya." (HR.Muslim)
  • Dari kesemuanya itu, insyaallah menjadikan kita berpikiran positif, sehat dan panjang usia.

Mungkin masih banyak lagi yang dapat Anda tambahkan. Tentu saja, segi negatifnya juga ada ialah suka lupa waktu.

Nah, bagaimana pendapat Anda?

Senin, 02 Februari 2009

MemSakri: Perkembangan komunitas2 sejak Yahoo! Groups, Blog, Friendster sampai Facebook

MemSakri: Perkembangan komunitas2 sejak Yahoo! Groups, Blog, Friendster sampai Facebook

Siap & Istri Tentara

Cerita Kenangan waktu Aster lahir (budak anu kahiji). Kuring ditugaskeun ka Bali, padahal pamajikan keur bureuyeung waktuna ngajuru. Untung aya pun adi Tin Sakri.


Pikeun tentara mah ucapan "siap" teh kawas geus nonghol di antara dua biwir, lamun digebrag saeutik bae ku parentah, langsung dijawab spontan "siaap!". Aya hiji kajadian "siap" anu lucu. Dina hiji poe, kuring nyaksian Letnan hiji jeung Sersan adu regeng parea-rea omong. Teuing naon pasalna mah, tapi sigana pa Letnan teh kapepet eleh argumentasi. Na atuh ari gorowok teh manehna mere komando, "Siap, kamu!" "Siaaap!" ceuk si Seran spontan bari langsung sikap sampurna. "Bubar", ceuk pa Letnan. Si Sersan balik kanan, tuluy ngaleos indit ninggalkeun pa Letnan. Perdebatan rengse.

Kuring oge kungsi katiban "siap", sanajan keur nyanghareupan persoalan kulawarga. Harita, waktu pangkat Kapten, kuring ditugaskeun marengan tentara Singapura ka Kodam Udayana Bali, saminggu lilana. Padahal, pamajikan (Tjut Hayatun Safrina) keur bureuyeung ngandung anak anu kahiji. Saur Dokter, dina minggu-minggu ieu pibroleunana ngajuru the. Kuring ngajukeun kaabotan ka Komandan bari nerangkeun yen pamajikan waktuna ngajuru. "Ini perentah!" saur Komandan, "Cuma kamu yang pantas mendampingi tamu Singapura ini. Laksanakan!" saurna tegas, nada parentah. "Siap. Laksanakan!" ceuk kuring spontan bari sikap sampurna, sanggeus saluir, mere hormat, tuluy balik kanan.

Kaluar ti kamar Komandan kuring mikir, naha kuring make langsung ngomong "Siap, laksanakan" sagala, padahal lamun kuring nyoba ngeceskeun deui persoalannana, yen pamajilakan waktuna ngajuru, bisa jadi tugas teh dioper ka nu sejen. Bisa wae Komandan teh luntur manah, karunyaeun, kapan anjeunna oge kagungan istri. Tapi, dipikir deui, piraku tentara cengeng. Ahirna, kuring gilig bae rek "melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya". Tilu poe ti harita, kuring miang ka Bali, marengan dalapan urang tentara Singapura tea, naek bis Hankam dibaturan Pembantu- letnan. Pamajikan ditungguan adi awewe Tin Sakri (Nuhun Tin), anu ngahaja datang ti Bandung jeung dititipkeun ka tatangga papada tentara.

Gancangna carita, balik ti Bali langsung ka komplek. Datang ba'da magrib, manggihan imah teh paroek, sepi. Ceuk tatangga, tadi sore pamajikan teh dianteurkeun ka rumah sakit (RSCM). Datang ka rumah sakit, alhamdulillaah bayi teh geus lahir, awewe (Aster Permatasari), ditungguan ku adi jeung tatangga. Budak jeung indungna salamet, sanajan bayi teh lahirna dibantu ku alat. Karunya teuing ku indung budak, ngalahirkeun teu ditungguan ku salaki, padahal ngalahirkeun anu munggaran. Tapi nyakitu atuh, risiko jadi istri tentara.



(Foto di luhur: Aster umur 5 taun)

Minggu, 01 Februari 2009

MemSakri: Pengaruh Lingkungan

MemSakri: Pengaruh Lingkungan

Dari Sukapura Ke Tasikmalaya

Setelah berpindah-pindah, pada tahun 1901 pusat pemerintahan dipindahkan dari Manonjaya ke kota Tasikmalaya sekarang, sedangkan nama Tasikmalaya baru digunakan tahun 1913.

Pusat kotamadya Tasikmalaya, pada mulanya, tidak di tempat yang sekarang kita kenal kota Tasikmalaya, akan tetapi terletak di sebelah selatannya di kecamatan Sukaraja sekarang. Pada saat itu belum bernama Tasikmalaya akan tetapi bernama Sukapura. Nama Sukapura berasal dari kata ”Soka Pura” yang berarti ”Jejer Karaton” atau Tiangnya Istana (soka = tiang, pura = istana)1).

Setelah berpindah-pindah dari Sukaraja ke Banjar, lalu ke Manonjaya, maka pada tanggal 1 Oktober 1901, oleh bupati Wiratanuwangsa (1901-1908), pusat pemerintahan dipindahkan dari Manonjaya ke kota Tasikmalaya sekarang. Akan tetapi sebutan kabupaten masih tetap Sukapura. Baru pada pemerintahan bupati Wiratanuningrat (1908-1937), tahun 1913 nama kabupaten Sukapura diganti menjadi kabupaten Tasikmalaya.


Dalam buku ”Pangeling-ngeling 300 Taun Ngadegna Kabupaten Sukapura (Tasikmalaya)” dikatakan bahwa sebutan ”tasikmalaya” berasal dari kata ”tasik” yang berarti ”situ” atau danau dan ”malaya” berarti gunung 2). (Di samping itu, ada pula yang mengatakan, sebutan ”tasikmalaya” berasal dari kata ”keusik ngalayah” atau pasir berserakan, akibat letusan gunung Galunggung).


-------------------------------------------------------------------------------
1, 2 Patih Rd. Sastranegara, Pangeling-ngeling 300 Taun Ngadegna Kabupaten Sukapura (Tasikmalaya), 1933.